KINERJA INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA
KINERJA INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA - Industri Alat Angkutan sendiri
sudah mengalami kontraksi
pertumbuhan sejak triwulan I 2019,
sehingga untuk seluruh tahun 2019
industri ini mengalami kontraksi
pertumbuhan sebesar 3,43%.
Setelah mengalami pertumbuhan
positif sebesar 4,64% (yoy) pada
triwulan I 2020, pada triwulan II
2020 Industri Alat Angkutan
mengalami kontraksi yang sangat
berarti, yaitu sebesar 34,29% (yoy),
yang merupakan kontraksi
terbesar di antara seluruh
kelompok industri dalam sektor
industri nonmigas.
Sebelumnya, industri alat angkutan
merupakan industri yang sangat
potensial, dengan pertumbuhannya
yang sempat mencapai sebesar
14,95% pada tahun 2013. Kontraksi pada
Industri Alat angkutan terus
berlangsung hingga triwulan IV
2020, namun melambat menjadi
sebesar 18,98% (yoy) dari kontraksi
sebesar 29,98% (yoy) pada triwulan
III 2020.
Dengan
pertumbuhan tersebut, maka pada
tahun 2013 Industri Pengolahan
Nonmigas bisa tumbuh sebesar
5,56%, sehingga tetap berada di
atas pertumbuhan ekonomi
nasional yang sebesar 5,45%.
Dengan pertumbuhan sebesar
14,95% tersebut juga, maka pada
tahun 2013 kontribusi Industri Alat
Angkutan mencapai sebesar 11,4%
dari PDB Industri Nonmigas, atau
nomor dua terbesar setelah
Industri Makanan dan Minuman
yang sebesar 29%.
Namun, seiring
dengan berjalannya waktu kinerja
industri Alat Angkutan terus
mengalami penurunan, dimana
pada tahun 2015 pertumbuhannya
hanya tercatat sebesar 2,4%, dan
pertumbuhan ekonomi nasional
secara keseluruhan juga melambat
menjadi hanya sebesar 4,88%.
Dan
kontribusi industri ini terhadap PDB
Industri Nonmigas juga turun
menjadi sebesar 10,5%, atau
menjadi nomor ketiga terbesar
setelah Industri Makanan dan
Minuman yang sebesar 30,8%, dan
setelah Industri Barang Logam;
Komputer, Barang Elektronik, Optik; dan Peralatan Listrik sebesar
10,8%.
Dampaknya,
kontribusi PDB industri ini terhadap
PDB Industri Nonmigas juga terus
mengalami penurunan, dan sejak
tahun 2019 kontribusi Industri Alat
Angkutan hanya menempati nomor
4 terbesar.
Selanjutnya, akibat
pandemi COVID-19 yang
menurunkan produksi Industri Alat
Angkutan hingga sebesar 19,86%
pada tahun 2020, maka kontribusi
industri ini hanya tinggal sekitar
7,6%.
Kondisi ini cukup
memprihatinkan, karena industri
otomotif yang diharapkan bisa
menjadi tolong punggung
pertumbuhan industri nonmigas,
nampaknya akan memerlukan
upaya-upaya ekstra keras untuk
bisa bangkit kembali seperti
kondisinya pada tahun 2013 dan
2014.
Harapan besar terhadap industri
Alat angkutan antara lain
dinyatakan dalam bentuk dipilihnya
Otomotif sebagai salah satu dari 7
sektor utama yang akan dijadikan
fokus untuk pengembangan
“Making Indonesia 4.0”.
Hal ini tidak
saja karena industri ini mempunyai
kontribusi yang cukup besar dalam
pembentukan PDB Industri
Nonmigas, tetapi juga karena
industri ini dinilai sebagai industri
yang akan berkembang pesat
seiring dengan berkembangnya
teknologi komunikasi.
Karena ciri
utama dari revolusi industri 4.0
adalah penggabungan informasi
dan teknologi komunikasi dalam
bidang industri, sehingga
munculnya Revolusi Industri 4.0
menyebabkan adanya perubahan
dalam berbagai sektor.
Jika semula
membutuhkan pekerja banyak,
maka kini bisa digantikan dengan
penggunaan mesin teknologi. Sebagai salah satu sektor utama
dalam pengembangan “Making
Indonesia 4.0”, fokus utama industri
otomotif adalah untuk menjadi
pemain terkemuka dalam ekspor
ICE dan EV.
Namun sayangnya
pandemi COVID-19 telah memaksa
produsen-produsen otomotif di
berbagai belahan dunia menutup
fasilitas produksinya. Di saat yang
sama, permintaan terhadap
otomotif dalam negeri juga anjlok
tajam seiring dengan melemahnya
daya beli masyarakat.
Dampak
wabah COVID-19 sangat dirasakan
oleh industri otomotif nasional. Hal
ini dapat dilihat tidak saja dari
penurunan permintaan terhadap
kendaraan bermotor di Indonesia,
tetapi juga berdampak pada PHK
terhadap jutaan pekerja.
Menurut
Gabungan Industri Kendaraan
Bermotor Indonesia (GAIKINDO),
target penjualan di tahun 2020
diperkirakan mengalami kontraksi
sebesar 50% akibat menurunnya
permintaan dari dalam negeri dan
luar negeri.
Masalah lain yang dihadapi industri
otomotif pada masa pandemi
COVID-19 antara lain adalah
menipisnya pasokan bahan baku
dan komponen. Hal ini disebabkan
terutama karena negara-negara
pemasok menerapkan kebijakan
lockdown untuk mengatasi
penyebaran virus COVID-19 secara
meluas di negara-negara tersebut.
Sementara itu, perkembangan
kinerja yang baik bagi Industri
otomotif sangat diperlukan bagi
perekonomian Indonesia, karena
mencakup kepentingan yang cukup
luas pada berbagai aspek dan
sektor lainnya.
Dewasa ini ini
terdapat 22 perusahaan kendaraan
bermotor roda empat / lebih, dan 26
perusahaan kendaraan bermotor
roda dua.
Nilai investasi industri ini
mencapai sekitar Rp 99,16 triliun
untuk kendaraan roda empat atau
lebih dan sekitar Rp 10,05 triliun
untuk kendaraan roda dua, dimana
kapasitas produksinya mencapai
sekitar 2,35 juta unit per tahun
untuk kendaraan roda 4 dan sekitar
9,53 juta unit per tahun untuk
kendaraan roda 2.
Industri otomotif
diperkirakan menyerap tenaga
kerja langsung sebanyak 38,39 ribu
orang, dimana rantai nilainya
menyerap tenaga kerja sekitar 1,5
juta orang. Sehingga ada anggapan
juga yang menyatakan bahwa
industri otomotif bisa dimasukkan
sebagai industri padat karya.
Dari rantai nilai industri otomotif
sebanyak 1,5 juta orang tersebut,
dapat dirinci sebagai berikut:
- Sektor industri tier II dan tier III = 1.000 perusahaan, 210.000 pekerja.
- Sektor industri tier I = 550 perusahaan, dengan 220.000 pekerja.
- Sektor perakitan = 22 perusahaan, dengan 75.000 pekerja.
- Sektor dealer dan bengkel resmi = 14.000 perusahaan, 400.000 pekerja.
- Sektor dealer dan bengkel tidak resmi = 42.000 perusahaan, 595.000 pekerja.
Sebagai penghasil devisa, pada
tahun 2020 Industri Alat Angkutan
mengalami penurunan nilai ekspor
yang cukup besar, yaitu sebesar
19,82%, dari sebesar USD 9,42 miliar
pada tahun 2019 menjadi sebesar
USD 7,55 miliar pada tahun 2020,
sementara pada tahun 2019 nilai
ekspor industri ini naik sebesar
9,58%.
Pada tahun 2020 lalu,
penurunan terbesar terjadi pada
Industri Kendaraan Bermotor,
Trailer Dan Semi Trailer yang
mencapai sebesar 23,77%, dimana
Kendaraan Bermotor Roda 4 Dan
Lebih merupakan komoditas yang
mengalami penurunan terbesar,
yaitu sebesar 29,40%.
Pada tahun
2019 Kendaraan Bermotor Roda 4
Dan Lebih tercatat mengalami
kenaikan sebesar 15,81%.
Sementara itu, pada tahun 2020
Industri Alat Angkutan lainnya juga
mengalami penurunan nilai ekspor
yang cukup berarti, yaitu sebesar
11,82%, dari sebesar USD 3,12 miliar
pada tahun 2019 menjadi sebesar
USD 2,75 miliar, dan pada tahun
2019 nilai ekspor industri ini naik
sebesar 28,09%.
Dilihat dari
komoditasnya, pada tahun 2020,
penurunan ekspor terbesar terjadi
pada komoditas Suku Cadang
Kendaraan Bermotor Roda Dua
Atau Tiga dengan penurunan
sebesar 15,79%. Pada tahun 2019
komoditas ini tercatat mengalami
kenaikan sebesar 16,35%.
Industri Alat angkutan juga
merupakan industri yang banyak
melakukan impor, baik impor
barang konsumsi maupun sebagai
bahan baku. Pada tahun 2020 nilai
impor Industri Alat Angkutan juga
mengalami penurunan yang cukup
besar, yaitu sebesar 34,34%, dari
sebesar USD 10,13 miliar pada tahun
2019 menjadi sebesar USD 6,65
miliar pada tahun 2020, sementara
pada tahun 2019 nilai impor industri
ini juga turun sebesar 13,36%.
Pada
tahun 2020 lalu, penurunan impor
terbesar terjadi pada Industri Kendaraan Bermotor, Trailer Dan
Semi Trailer yang mencapai
sebesar 47,3%, dimana Kendaraan
Bermotor Roda Empat Dan Lebih
merupakan komoditas yang
mengalami penurunan terbesar,
yaitu sebesar 51,25%. Pada tahun
2019 Kendaraan Bermotor Roda
Empat Dan Lebih tercatat
mengalami penurunan impor
sebesar 9,66%.
Dengan penurunan
nilai impor yang lebih besar pada
tahun 2020, maka surplus neraca
perdagangan dari Industri
Kendaraan Bermotor Roda Empat
atau Lebih pada tahun 2020
mengalami kenaikan, yaitu menjadi
sebesar USD 1,54 miliar dari
sebesar USD 1,22 miliar pada tahun
2019.
Sebelumnya pada tahun 2019
surplus neraca perdagangan
Industri Kendaraan Bermotor Roda
Empat atau Lebih juga telah
mengalami kenaikan yang sangat
berarti, yaitu dari sekitar USD
303,49 juta pada tahun 2018.
Secara total pada tahun 2020,
ekspor Kendaraan Bermotor Roda
Empat dan Lebih mencapai USD
3,04 miliar, akan tetapi nilai ini
turun cukup tajam dari ekspor pada
tahun 2019 yang tercatat sebesar
USD 4,30 miliar, atau dengan kata
lain turun sebesar 29,40%.
Begitupun volume ekspornya juga
turun 29,89%. Penurunan terparah
selama tahun 2020 terjadi pada
bulan Mei, dimana realisasi ekspor
Kendaraan Bermotor Roda Empat
dan Lebih hanya senilai USD 82,87
juta lebih rendah dari rata-rata
ekspor bulanan tahun 2020 yang
mencapai USD 253,17 juta, dan tentu
saja lebih rendah dari rata-rata
ekspor bulanan pada tahun 2019
yang mencapai USD 358,60 miliar.
Sementara itu, apabila dilihat
berdasarkan jumlah kendaraan
yang diekspor, pada bulan Mei 2020,
total pengapalan mobil secara utuh
(Completely Built Up/CBU) hanya
6.750 unit, atau melemah dari bulan
sebelumnya sebesar 39,5%. Bahkan
anjlok dari tahun sebelumnya
sebesar 75,1% yang mampu
mencatatkan ekspor sebanyak
27.087 unit pada bulan Mei 2019.
Sedangkan ekspor Kendaraan
Bermotor Roda Empat dan Lebih
pada bulan Mei 2020 secara terurai
(Completely Knocked Down/CKD) juga menurun sebesar 98,1% secara
tahunan menjadi 1.103 set unit,
sedangkan secara bulanan juga
terjadi penurunan apabila
dibandingkan dengan April 2020
sebesar 63,6%.
Kemudian untuk
ekspor komponen pada Mei 2020
juga turun 24,9% dibanding bulan
sebelumnya dan turun 74,4%
dibandingkan bulan yang sama
tahun 2019.
Berdasarkan segmen, ekspor mobil
secara total unit (CBU dan CKD)
pada tahun 2020 didominasi oleh
mobil MPV mencapai 37,6%,
kemudian SUV 34,9%, sedangkan
mobil sedan hanya 4,5%.
Produksi mobil pada bulan Mei 2020
juga melambat 88,3% dibandingkan
bulan sebelumnya, dari mampu
memproduksi sejumlah 21.432 unit
pada April 2020 menjadi hanya
2.510 unit.
Sementara itu, apabila
dibandingkan dengan bulan Mei
2019, produksi mobil melorot 97,6%
yang tercatat sebesar 103.342 unit.
Anjloknya produksi mobil pada
bulan Mei 2020 ini dikarenakan
beberapa produsen mobil di
Indonesia menghentikan aktivitas
produksinya pada periode tersebut.
Kalau dilihat menurut negara
tujuan ekspor, sebagian besar
ekspor Kendaraan Bermotor Roda
4 Dan Lebih diekspor ke Filipina,
dengan nilai sebesar USD 863,8 juta
pada tahun 2020, menurun 28,2%
dari tahun 2019 yang mencapai USD
1,2 miliar. Ekspor mobil secara utuh
(CBU) ke Filipina terus mengalami
peningkatan dari tahun 2016, di
mana pada tahun tersebut sebesar
65.664 unit hingga mencapai 86.305
unit pada 2019, akan tetapi menurun
pada tahun 2020 menjadi hanya
58.519 unit.
Dikarenakan
meningkatnya ekspor mobil ini,
Filipina mencoba menghambat
dengan mengenakan safeguard
berupa bea masuk tindakan
pengamanan sementara (BMTPs)
terhadap produk mobil impor jenis
mobil penumpang dan light
commercial vehicle (LCV) atau
kendaraan niaga, termasuk mobil
asal Indonesia yang diberlakukan
sejak tanggal 5 Januari 2021.
Pengenaan safeguard oleh Filipina
sebagai pasar utama mobil
Indonesia tentunya akan berdampak pada ekspor, yang juga
dapat menurunkan penjualan dan
produksi.
Ekspor Kendaraan Bermotor Roda
4 Dan Lebih terbesar pada tahun
2020 selanjutnya diikuti ke negara
Arab Saudi dan Vietnam masingmasing sebesar USD 442,7 juta dan
USD 399,1 juta. Nilai ekspor ke tiga
negara tersebut mencapai lebih
dari setengah nilai total ekspor
Kendaraan Bermotor Roda 4 dan
Lebih Indonesia ke seluruh dunia
pada tahun 2020.
Posting Komentar untuk "KINERJA INDUSTRI OTOMOTIF INDONESIA"